Sekilas Tentang "Perahu Kertas"

0 Comments



Beberapa  waktu lalu saya nonton film yang diangkat dari novel karya mbak Dewi Lestari dengan judul yang sama seperti novelnya, "Perahu Kertas". Saya memutuskan menonton kedua filmnya karena penasaran bagaimana perwujudan novel luar biasa karya mbak Dee ini menjadi sebuah film layar lebar. Setelah menonton kedua filmnya saya benar-benar merasakan taste dari kisah ini.

Sebenarnya ada suatu cerita dibalik kisah ini. (Bingung ya maksudnya?) Alasan kenapa novel ini sangat berkesan buat saya karena saya terlibat dengan orang-orang yang berkarakter dan berprofesi mirip dengan yang ada didalam novel. Mungkin suatu kebetulan. Tapi dari seribu satu kesempatan yang diambil secara acak yang disebut kebetulan itulah hidup saya berubah. Banyak hal yang bisa saya ambil pelajaran dari peristiwa tersebut. Meskipun tidak sedikit rasa sakit yang harus saya bayar untuk itu.

Saya mengenal seseorang, panggil saja dia Keenan. Kenapa begitu? Karena dia memang mirip Keenan menurut saya. Jika Keenan didalam Perahu Kertas adalah seorang berjiwa seni atau lebih tepatnya seorang pelukis, Keenan yang saya kenal juga berjiwa seni. Hanya saja Keenan saya bukan seorang pelukis melainkan seorang Mahasiswa Seni Musik di salah satu Institut Seni. Ya, dia adalah seorang musisi. Setidaknya jika sekarang dia masih kuliah dan belum terlalu dikenal orang, tapi dia tetaplah seorang musisi dan mungkin calon musisi besar.

Saya dan Keenan adalah teman SMA. Jika bisa disebut teman. Karena dulunya saya lebih sering sewot dan galak padanya. Saya bertemu lagi dengannya ketika berencana travelling dengan beberapa teman SMA lainnya. Dari pertemuan itu jadilah status Keenan berubah-ubah untuk empat bulan selanjutnya. Teman, pacar dan mantan. Empat bulan yang menurut saya bagai roller coaster, yang berkesan dengan semua tangis, tawa dan hikmah dibaliknya.

Kebetulan yang menambah kemiripan Keenan saya adalah sama seperti Keenan dalam Perahu Kertas yang tidak mendapat restu ayahnya untuk melukis, Keenan saya juga tidak mendapat ijin seratus persen untuk kuliah seni musik. Sebelumnya dia tidak kuliah seni karena menuruti permintaan orang tuanya.

Lalu saya mengenal seseorang yang lainnya. Panggil saja dia Kugy, dengan alasan yang sama karena begitulah karakternya menurut saya. Ceria, bersemangat dan seorang penulis. Memang bukan penulis dongeng seperti di Perahu Kertas. Kugy saya adalah seorang jurnalis di sebuah surat kabar ternama di rubrik anak muda tentu saja.

Keenan dan Kugy yang saya kenal bukannya tidak berhubungan. Mereka saling mengenal. Mereka adalah teman-teman saya waktu SMA. Bukan hanya saling mengenal, tapi sekali lagi seperti diceritakan dalam Perahu Kertas Keenan dan Kugy yang saya kenal memiliki perasaan satu sama lain. Bahkan mereka pernah pacaran.

Keenan dan Kugy yang saya kenal juga memiliki mimpi yang besar seperti di Perahu Kertas. Keenan ingin menjadi musisi besar dan Kugy ingin menjadi penulis sukses. Dulu keduanya tidak yakin dengan kemampuan masing-masing, itulah yang saya tahu dari beberapa pihak yang mengenal mereka lebih dekat. Apalagi dengan masalah Keenan yang ditentang orang tuanya untuk menekuni jalur musik. Namun keduanya saling mendukung untuk mencapai apa yang mereka harapkan.

Sampai akhirnya Keenan keluar dari kuliah yang dipilihkan ayahnya dan masuk Institut Seni dan Kugy bisa menjadi salah satu freelancer redaksi di surat kabar ternama disamping dia kuliah. Mereka berjuang dan saling mendukung. Tapi karena suatu hal yang saya juga kurang mengerti, mereka akhirnya berpisah. Setau saya Keenanlah yang memutuskan mengakhirinya.

Ketika saya membaca novel karya mbak Dewi, saya terhenyak. Kebetulan itu terlalu banyak. Ketika itu saya baru jalan dengan Keenan kurang lebih satu bulan. Saya merasa berada ditempat yang salah. Saya merasa bukan disana posisi saya seharusnya. Kenapa saya berpikir demikian? Karena saya tahu meskipun sudah lebih tiga tahun Keenan dan Kugy putus, tapi Keenan masih mengharapkannya. Padahal dialah yang memutuskan mengakhiri. Sekalipun saat itu Keenan berstatus pacar saya tapi saya tahu dia tidak seratus persen dengan saya.

Ternyata memang bukan disana tempat saya. Saya memang masih sayang pada Keenan, tapi percuma jika dilanjutkan. Pikiran Keenan bukan pada saya. Saya masih ingat apa yang Keenan bilang dihari kami putus.

“Saya berusaha membuat lagu dengan kamu sebagai inspirasinya. Tapi lagunya selalu putus ditengah jalan. Rasanya berbeda ketika saya membuat lagu dengan Kugy sebagai objeknya. Semua lagu saya tentang dia.”

Sekali lagi kebetulan dan kemiripan yang membuat saya heran. Karena Keenan di Perahu Kertas tidak bisa menghidupkan lukisannya ketika melukis Luhde. Tidak seperti ketika Keenan melukis dari buku cerita karangan Kugy.

Itulah kisah saya dibalik novel Perahu Kertas. Kisah yang membuat saya heran sendiri karena kesamaannya yang kebetulan. Bahkan ketika saya menceritakan pada Keenan, dia juga bingung bagaimana karakter yang mbak Dee buat mirip dengan orang-orang disekitar saya, dengan dirinya. Namun sekalipun saya harus merasakan sakit hati, ada pelajaran disana. Saya bisa mengerti semangat-semangat orang-orang luar biasa disekitar saya. Dengan semua keterbatasan dan kesulitan yang mereka hadapi mereka bisa mencapai apa yang mereka impikan.

Pelajaran lain yang saya dapatkan, bahwa perasaan itu tidak bisa dipaksakan. Buat Keenan selamat memperjuangkan perasaan kamu jika kamu yakin. Kejarlah inspirasimu. Saya do’akan kisah kamu endingnya sama seperti di novel.

Buat saya sendiri, saya ingin mencari mimpi saya dan berusaha menghidupkannya. Terima kasih untuk mbak Dewi Lestari dengan Perahu Kertas-nya dan juga buat Keenan dan Kugy yang saya kenal. Karena telah mengajarkan saya tentang mimpi dan kerja keras.


You may also like

No comments: